Bisnis media cetak saat ini sudah jauh merosot. Mengutip Forbes (2021), ada empat empat indikator memburuknya bisnis media cetak. Pertama, tutupnya ba
Era digital membuat banyak media cetak gulung tikar |
Hal ini dibeberkan Denny JA, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia, SATUPENA, dalam Webinar di Jakarta (26/5) bertema “Senjakala Media Cetak”, yang juga menghadirkan narasumber tokoh pers Ilham Bintang. Pemandu diskusi adalah Amelia Fitriani dan Elza Peldi Taher.
Kedua, merosotnya revenue iklan media cetak. Pada 2005 ada revenue iklan sebesar 49,4 miliar dollar AS. Namun, pada 2019 turun menjadi 12,46 miliar dollar AS. “Pada 2020, turun lagi jadi 8,8 miliar dollar AS, atau turun 30 persen dibandingkan 2019,” ujar Denny.
Ketiga, merosotnya jumlah pekerja di media suratkabar. Pada 2006, ada 74.410 orang bekerja di media cetak di AS. Pada 2020, jumlah pekerja turun menjadi 30.820 orang. “Jumlah pekerja media cetak menurun terus selama 14 tahun,” papar Denny.
Denny JA |
Denny juga menyoroti kualitas para reporter media cetak. Karena, menurutnya, reporter suratkabar adalah profesi paling buruk. Dari 200 profesi, reporter koran berada di peringkat 200. Kesimpulan ini berdasarkan tiga kriteria: gaji yang diterima, tingkat stres dalam pekerjaan, dan prospek profesi, mengutip hasil riset CareerCast (2015), dan dimuat suratkabar Washington Post, 15 April 2015 (lw).
Foto: Istimewa